Jumat, 18 Mei 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN


PERLINDUNGAN KONSUMEN

1.      Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.      Azas dan Tujuan
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah:
-          Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
-          Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
-          Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
-          Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
-          Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
-          Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain:
-          Asas manfaat: mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;
-          Asas keadilan: partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
-          Asas keseimbangan: memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;
-          Asas keamanan dan keselamatan konsumen: memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
-          Asas kepastian hukum: baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3.      Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak konsumen adalah:
-          Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
-          Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan ;
-          Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
-          Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
-          Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
-          Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
-          Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-          Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
-          Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga membuat kewajiban konsumen, antara lain:
-          Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
-          Bertikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
-          Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
-          Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4.      Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
-          Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-          Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
-          Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
-          Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-          Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
-          beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-          memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
-          memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-          menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
-          memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
-          memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-          memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5.      Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.      larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a.       tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.       tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.       tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.       tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.      tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.      tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.        tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j.        tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
(4)  Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

6.      Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberikan definisi klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiap-kan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalamsuatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh konsumen.

Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen/perjanjian yang memenuhi keten-tuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian, adanya klausula baku tidak menutup kemungkinan bagi konsumen untuk melakukan tuntutan perdata kepada pelaku usaha, manakala kebe-radaan klausula baku tersebut merugikan kepentingan konsumen. Tuntutan perdata konsumen dapat menca-kup biaya/cost selama menggunakan produk/jasa yang bersangkutan dan risiko yang diderita konsumen akibat menggunakan produk/jasa tersebut.

7.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bentuk Tanggung Jawab Pelaku usaha yang melakukan penipuan dengan menggunakan promo berhadiah dikenakan tanggung jawab seperti yang diatur dalam Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 08 Tahun 1999.
Dasar yang dapat dipakai untuk membuat pelaku usaha diwajibkan memberikan bentuk tanggung jawab ganti rugi atas kerugian konsumen dikarenakan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dijelaskan tentang hak-hak konsumen dalam Pasal 4 UUPK yang berupa : Hak atas informasi yang benar,jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa; Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak-hak ini lah yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh pelaku usaha sehingga tidak boleh dilanggar.

8.      Sanksi
Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh UUPK, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dididerita oleh konsumen tersebut.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar