REVIEW JURNAL
SUMBER : http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_1.htm
NAMA KELOMPOK :
1. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
2. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz
3. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya
ABSTRAK
Tidaklah cukup jika kita ingin membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar juga sangatlah tidak bijak untuk menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi telah membuktikan diri sebagai suatu gerakan dunia dalam melawan ketidakadilan pasar karena ketidaksempurnaan pasar.Cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
PENDAHULUAN
Di Indonesia sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan “makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran”. Kondisi obyektif dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memaksa kita untuk memilih menggunakan cara tersebut. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi “regulatory” dan “development”. Akan tetapi peran ‘”development” justru sering tidak mendewasakan koperasi.
Sejak kelahiranya, koperasi disadari sebagai upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar “self help and cooperation” atau “individualitet dan solidaritet” selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995).
Rupanya sejarah koperasi di Barat yang cemerlang tidak mampu diikuti oleh koperasi Indonesia dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Pelajaran baru,akibat krisis ekonomi ketika Pemerintah tidak berdaya dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.
Ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif walaupun dalam keadaan dibawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan . Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun disayangkan karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikan tidak terlihat perannya yang begitu nyata.
Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru untuk membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh bersatu.
Menyambut pergeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
Koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan mereka akan tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
Potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
Koperasi dapat mencapai tujuannya jika mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi “fair playing field”;
Pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
Bagi pertumbuhan koperasi bantuan pengembangan dapat berarti penting, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah, Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi. Ada baiknya koperasi Indonesia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?).Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan “bersama dalam kesejahteraan” dan “sejahtera dalam kebersamaan”.
OLEH : Dr. Noer Soetrisno – Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar